Mimisan

Jumat, 12 Juni 2009 0 komentar

Mimisan atau bahasa kerennya epistaksis merupakan gangguan umum di kalangan anak usia TK-SD. Pasalnya pembuluh darah hidung anak usia ini masih tipis dan peka. Terkena tonjokan sedikit saja atau bermain di bawah terik matahari terlalu lama, pembuluh darah di hidung pecah.

Dr. Bambang Hermani, kepala bagian THT (Telinga-Hidung- Tenggorok) FKUI/RSUPN Ciptomangunkusumo, Jakarta, menyarankan bila terjadi perdarahan demikian pada anak hendaknya tidak panik. Anak cukup dibaringkan setengah duduk, bagian hidung yang keluar darah ditekan barang 1 - 2 menit, kemudian tempelkan es batu pada bagian luar hidung. Ahli THT ini tidak menyarankan anak dibaringkan lurus karena dikhawatirkan darah akan masuk ke dalam.

Bila aliran darah berhenti selang 3 - 5 menit, mimisan hanya merupakan gangguan biasa. "Namun bila setelah 15 -30 menit darah tidak juga berhenti, hendaknya anak segera dibawa ke rumah sakit," anjurnya.

Pemberian daun sirih atau es batu memang sangat menolong karena akan mengecilkan pembuluh darah sehingga perdarahan segera terhenti. Kalau sampai dibawa ke rumah sakit biasanya tindakan pertama adalah dibakar (dikostik) agar perdarahan segera berhenti, lalu hidung dibersihkan. Kalau tidak berhasil, diberikan tampon atau kapas dan salep atau vaselin untuk dipertahankan selama 1 - 2 hari. Di sini tampon berfungsi menekan serta mengistirahatkan perdarahan.

Mimisan bukan penyakit
Perdarahan hidung bukanlah suatu penyakit tapi merupakan indikasi adanya suatu gangguan. Kasus yang ringan sumbernya dari bagian anterior atau dari bagian depan rongga hidung saja. Pasalnya di bagian itulah banyak pembuluh darah bertemu. Pada umumnya ini terjadi pada anak yang sering mengalami pilek dan pembuluh darahnya tipis.

Mimisan juga sering terjadi bila anak menghadapi perubahan cuaca, teriritasi gas yang merangsang, dll. Misalnya dari tempat yang panas ke tempat yang dingin atau menghadapi tekanan udara yang berubah. "Namun setelah anak lulus SD tidak akan terjadi mimisan lagi karena pembuluh serta sel lendir pada rongga hidung sudah lebih kuat," tambah dr. Bambang.

Yang harus lebih diwaspadai kalau sumber berasal dari dalam atau posterior karena bisa jadi merupakan indikasi suatu penyakit serius seperti demam berdarah, tekanan darah tinggi, tumor ganas pada rongga hidung atau nasofaring, kanker darah (leukemia), atau kelainan darah hemofilia (tidak memiliki zat pembeku faktor VIII), penyakit kardiovaskuler, dll.

Pada umumnya kejadian perdarahan posterior lebih sering (setiap 1 - 2 hari) dengan perdarahan lebih banyak sehingga lebih sulit diatasi. Perdarahan posterior kebanyakan terjadi pada para orang dewasa walaupun tidak menutup kemungkinan anak-anak juga bisa mengalaminya, khususnya kalau terjadi infeksi, demam berdarah, atau leukemia.. "Kalau darah keluar sampai berhari-hari sebanyak sekitar 1 - 2 l, harus segera diatasi, jangan sampai terjadi kekurangan darah (anemia) atau yang lebih parah terjadi shock (turunnya tekanan darah secara mendadak yang diikuti pingsan)."

Untuk menanggulangi perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior dengan cara yang lebih rumit karena tampon harus dimasukkan ke dalam. Setelah darah berhasil dihentikan, barulah diteliti lebih lanjut penyebabnya. Pemeriksaan tidak bisa hanya berdasarkan darah yang keluar saja sebab tidak akan terdeteksi penyebab yang tepat.

Kalau sampai terjadi perdarahan hidung pada seseorang dengan kelainan tekanan darah, belum berarti ini menandakan gejala stroke, karena perdarahan bukan berasal dari rongga otak. Hanya saja epistaksis karena tekanan darah tinggi pada umumnya hebat, sering kambuh dan tidak terduga terjadinya. Biasanya pada penderita tekanan darah tinggi perdarahan pada hidung berindikasi bahwa tekanannya sedang tinggi atau naik dan tentunya ia harus waspada.

Sedangkan perdarahan hidung posterior karena infeksi bisa karena sinus paranasal seperti rinitis atau sinusitis. Yang lebih parah adalah infeksi karena penyakit lupus, sifilis, dan lepra.

Tentu saja yang terparah kalau terjadi suatu keganasan pada rongga hidung atau nasofaring. Pengobatan di sini tidak bisa dengan pembedahan melainkan hanya dengan penyinaran dan kemoterapi.

Wanita hamil ada kalanya juga bisa mengalami epistaksis karena gangguan hormonal. Namun, sepanjang hanya pada batas normal, tidak perlu dikhawatirkan. Walau demikian, kalau perdarahan hidung sudah pada taraf serius, memang harus segera diatasi agar tidak mempengaruhi perkembangan sang janin.
Dr. Bambang Hermani menekankan tiga prinsip utama kalau melihat seseorang mengalami perdarahan hidung. Pertama-tama menanggulangi atau menghentikan perdarahannya, mencegah terjadinya komplikasi serta epistaksis. Bila sampai terjadi shock, memperbaiki keadaan si pasien dulu secara umum.

Menghentikan perdarahan secara aktif seperti dengan pemasangan tampon tadi lebih baik daripada pemberian obat hemostatik (pembeku darah), sambil menunggu epistaksis berhenti dengan sendirinya.

Yang perlu diingat lagi, pasien harus diperiksa dalam posisi duduk. Kalau keadaannya terlalu lemah, baringkan dengan meletakkan bantal di belakang punggungnya.

Sumber perdarahan dicari oleh dokter dengan bantuan alat pengisap untuk membersihkan hidung dari bekuan darah. Kemudian tampon kapas yang sudah dibasahi dengan obat tertentu dimasukkan ke dalam rongga hidung. Tampon dibiarkan selama 3 - 5 menit. Dengan cara ini dapat diketahui apakah sumber perdarahan dari anterior atau posterior.. (Nanny Selamihardja)

0 komentar: to “ Mimisan so far...